Minggu, 08 Juni 2014

TUJUAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN SEBAGAI DASAR MOTIVASI



TUJUAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN SEBAGAI DASAR MOTIVASI

Motivasi merupakan aspek penting yang diperlukan dalam upaya pencapaian suatu tujuan. Tujuan yang dirumuskan dengan jelas dapat menjadi pembangkit motivasi baik dari dalam diri setiap individu maupun dalam kelompok. Motivasi tidak dapat muncul dengan sendirinya tanpa disertai dengan tekad yang kuat, kekuatan tekad merupakan bagian dari pemantapan tujuan. Dalam konteks pendidikan dan pengajaran, tujuan dapat dijadikan acuan, dasar, dan sasaran kegiatan belajar mengajar agar lebih teroganisasi dengan jelas. Jika pendidik telah mengetahui tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan belajar mengajar, proses pembelajarannya akan berorientasi pada tujuan tersebut. Berikut ini akan dipaparkan secara lebih jauh tentang tujuan pendidikan dan pengajaran yang bisa menjadi dasar pembentukan motivasi.
1.       Tujuan Pendidikan
Secara umum, tujuan dapat diartikan sebagai sasaran yang ingin dicapai dari proses kegiatan yang akan dilaksanakan. Meskipun tujuan merupakan sasaran, perumusan tujuan dalam kegiatan harus dilakukan pada bagian awal agar kegiatan yang dilaksanakan menjadi lebih terarah. Dengan demikian, tujuan itu adalah langkah awal dalam proses perencanaan yang dapat menjadi motivasi. Tujuan dapat dijadikan motivasi karena tujuan merupakan kunci mencapai kesuksesan dan dapat menjadi pedoman dalam pengambilan langkah selanjutnya.
Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan. Maksudnya tidak lain bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang terikat, terarah pada tujuan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Surakhmad (dalam Sardiman, 2008: ) memberikan keterangan bahwa rumusan dan taraf pencapaian tujuan pengajaran adalah petunjuk praktis tentang sejauh manakah interaksi edukatif harus dibawa untuk mencapai tujuan akhir. Dalam konteks pendidikan dan pengajaran, tujuan dapat diartikan sebagai sesuatu yang diharapkan/diinginkan dari siswa/subjek belajar sehingga dapat memberikan arah, ke mana kegiatan belajar mengajar itu harus dibawa dan dilaksanakan. Sehubungan dengan itu, Ahmadi dan Uhbiyati (2003: 99) mengemukakan, “Pada umumnya tiap-tiap bangsa dan negara sependapat tentang pokok-pokok tujuan pendidikan, yaitu: mengusahakan supaya tiap-tiap orang sempurna pertumbuhan tubuhnya, sehat otaknya, baik budi pekertinya dan sebagainya. Sehingga ia dapat mencapai puncak kesempurnaannya dan berbahagia hidupnya lahir bathin.” Pemaparan sebelumnya membenarkan pendapat dari Nasution (2010: 59) yang mengemukakan bahwa tujuan pendidikan lazimnya dirumuskan dari tiga aspek, yakni aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Jadi, tujuan dalam pendidikan merupakan rumusan atau harapan yang kompleks karena memuat kriteria-kriteria tertentu.
Sebagai suatu komponen pendidikan, tujuan pendidikan menduduki posisi penting di atara komponen-komponen pendidikan lainnya karena segenap komponen dari seluruh kegiatan pendidikan ditujukan untuk pencapaian tujuan tersebut. sehubungan dengan pentingnya tujuan pendidikan ini, Tirtahardja dan Sulo (2008: 37) memaparkan bahwa tujuan pendidikan menjadi penting karena memuat gambaran tentang nilai-nilai luhur yang memiliki dua fungsi, yaitu memberikan arah dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan. Selanjutnya, berikut ini akan dipaparkan tiga alasan pentingnya tujuan pendidikan dan pengajaran dirumuskan (Sardiman, 2008: 58).
1)      Suatu pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan tanpa disertai tujuan yang jelas dan benar, maka dalam pelaksanaannya akan menemui kendala berupa sulitnya memilih dan merencanakan bahan dan strategi yang hendak ditempuh atau dicapai.
2)      Rumusan tujuan yang baik dan terinci akan memermudah pengawasan dan penilaian hasil belajar sesuai dengan harapan yang dikehendaki dari siswa/subjek belajar.
3)      Perumusan tujuan yang benar akan memberikan pedoman bagi siswa/subjek belajar dalam menyelesaikan materi dan kegiatan belajarnya.
Berdasarkan alasan-alasan pentingnya dirumuskannya tujuan pendidikan dapat diketahui bahwa tujuan sangat bermanfaat dalam  proses perencanaan dan pelaksanaan rumusan pendidikan, khususnya proses belajar-mengajar. Oleh karena itu, sudah menjadi suatu keharusan bagi pendidik untuk memahami terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai agar guru dapat termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran yang berorientasi pada tujuan.
2.      Jenis-Jenis Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan dan pengajaran itu sebenarnya berjenjang/bertingkat. Tujuan pendidikan nasional memiliki fungsi frame of reference yang selanjutnya dijabarkan ke beberapa jenjang tujuan pendidikan, yakni tujuan pendidikan nasional, tujuan instutisional, tujuan kurikuler, dan tujuan intruktusional. Berikut akan dikemukakan penjelasan dari beberapa ahli tentang keempat tujuan tersebut.
Sardiman (2008: 65) memaparkan sebagai berikut.
a.       Tujuan pendidikan nasional, adalah tujuan yang ingin dicapai pada tingkat nasional. Tujuan inilah yang merupakan tujuan akhir.
b.      Tujuan instutisional, yakni tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat lembaga pendidikan. Di dalam tujuan kelembagaan itu, maka pada lembaga-lembaga pendidikan berarti mengenal pula tujuan dari lembaga-lembaga pendidikan tersebut.
c.       Tujuan kurikuler, adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat satuan mata pelajaran atau bidang studi-bidang studi.
d.      Tujuan instruktusional, yakni tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat pengajaran.
Selanjutnya, Tirtarahardja dan Sulo (2008: 39) mengemukakan sebagai berikut.
a)      Tujuan umum pendidikan nasional Indonesia ialah manusia Pancasila.
b)      Tujuan institusional, yaitu tujuan yang menjadi tugas dari lembaga tertentu untuk mencapainya.
c)      Tujuan kurikuler merupakan tujuan untuk setiap mata pelajaran.
d)     Tujuan instruksional adalah tujuan pokok bahasan dan subpokok bahasan dari setiap bidang studi.
Berdasarkan penjelasan tentang keempat tujuan di atas, dapat diketahui bahwa tujuan umum adalah tujuan yang paling tinggi dan merupakan tujuan akhir, sedangkan tujuan instruksional adalah tujuan dasar yang justru menentukan pencapaian tujuan hingga ke jenjang tertinggi. Jika tujuan instruksional dapat dicapai dengan baik secara otomatis tujuan kurikuler sudah terpenuhi sehingga diharapkan tujuan institusional hingga tujuan umum sebagai tujuan akhirnya pun dapat dicapai dengan baik.
3.      Tujuan Akhir dan Tujuan Intermedier sebagai Dasar Motivasi
3.1  Tujuan Akhir sebagai Dasar Filosofi
Pendidikan di suatu negara tentu memiliki cita-cita untuk warga negara yang akan diarahkan ke suatu tujuan. Dalam pelaksanaan pendidikan diperlukan pedoman umum untuk menentukan tujuan dan hasil akhir. Bahkan, (Sardiman, 2008: 28-2) mengemukakan bahwa  pedoman itu akan cenderung bersifat filosofis dan juga politis karena lazimnya tujuan itu ditetapkan sebagai peraturan atau undang-undang. Bagi Indonesia telah diterapkan dasar, tujuan, dan sistem pendidikan nasional secara umum, yakni Pendidikan  Nasional Pancasila. Berikut ini akan dijabarkan landasan yuridis tentang tujuan pendidikan nasional.
a.          Pasal Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran Republik Indonesia Serikat No. 4/1950 yang kemudian menjadi UU Pendidikan dan Pengajara RI No. 12/1954, pada Bab II Pasal 3, menyebutkan tentang Tujuan Pendidikan dan Pengajaran.
“Tujuan Pendidikan dan Pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.”
b.       TAP MPR Tahun 1973 dalam GBHN
“Pembangunan di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara Pancasila dan diarahkan untuk manusia-manusia pembangunan yang berpancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohani, memiliki  pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan tenggang rasa, dapat mengembangan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi luhur, mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.”
c.        Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1983
“Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan bertujuam untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan, kecerdasan, keterampilan, memertinggi budi pekerti, memerkuat kepribadian, dan memertebal semangat kebangsaan, dan cinta tanah air, agar dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.”
d.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembang potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pada hakikatnya tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia, atau mengantarkan siswa uuntuk menemukan jati dirinya. Rumusan tujuan ini memiliki arti filosofis yang cukup mendalam. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kegiatan-kegiatan yang muncul dalam proses pendidikan didasarkan pada rumusan tujuan  pendidikan nasional ini. Kemudian, perwujudnya potensi manusia-manusia pembangunan seperti yang tertera di peraturan perundangan-undangan inilah yang merupakan tujuan akhir.
3.2  Tujuan Intermedier sebagai Motivasi Operasional
Ketika proses pencapaian tujuan berupa harapan terbentuknya manusia-manusia yang mampu menemukan jati dirinya ingin dicapai sangat diperlukan kerja serius, efesien, sistematis, dan materi atau komponen yang relevan. Dengan demikian, tujuan yang bersifat normatif, sangat umum dan luas itu perlu mendapat bentuk yang nyata. Pemikiran mengenai cara tersebut akan menghasilkan satu bentuk organisasi beserta pengaturannya, yang secara umum disebut kurikulum. Kurikulum ini menjadi pedoman praktis dalam upaya melaksanakan tercapainya tujuan pengajaran. Berdasarkan kurikulum itu kemudian dibuat berbagai pedoman khusus, misalnya silabus, rencana pelajaran terurai, dan lain-lain.
Untuk mencapai tujuan akhir, atau tujuan secara umum, diperlukan dahulu pencapaian tujuan-tujuan yang lebih mudah atau lebih khusus. Tujuan yang bersifat khusus/konkret itu disebut tujuan intermedier. Tujuan intermedier merupakan penjabaran dari tujuan akhir, dan berfungsi memermudah guru untuk mendekati realisasinya, baik itu yang dicapai secara bertingkat atau bertahap, bahkan secara serempak (Sardiman, 2008: 63). Selain itu, tujuan intermedier dapat dikatakan sebagai tujuan yang berkaitan dengan penguasaan suatu pengetahuan atau keterampilan demi tercapainya tujuan sementara. Misalnya, anak belajar membaca, menulis, matematika, berhitung dan sebagainya (Dalmanto dalam Ahmadi dan Uhbiyati, 2003: 105). Jadi, tujuan intermedier fokus kepada tujuan yang lebih konkret  sehingga dapat menjadi pedoman bagi guru untuk merealisasikan rencana yang telah disusun ke kegiatan belajar mengajar.
4.      Tujuan Pengajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar, dikenal adanya tujuan pengajaran atau tujuan instruksional. Tujuan pengajaran atau tujuan instruksional merupakan tujuan yang menggambarkan pengetahuan kemampuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki siswa akibat dari hasil pengajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur (Daryanto, 2008: 58). Senada dengan pendapat Daryanto, Sardiman (2008: 68) juga mengemukakan bahwa tujuan pengajaran merupakan hasil belajar bagi siswa setelah melakukan proses di bawah bimbingan guru dalam kondisi yang kondusif.
Jadi, ketika merumuskan tujuan ini harus diusahakan agar tampak setelah tercapainya tujuan ini ada perubahan dari peserta didik baik pada kemampuan intelektual, sikap, maupun keterampilan karena tujuan ini merupakan tujuan yang senantiasa paling dekat dan paling awal ketahuan hasilnya ketika proses pembelajaran selesai.
Ada dua macam tujuan pengajaran atau tujuan instruksional, yaitu tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK) atau tujuan khusus pengajaran (TKP). Perbedaan dua jenis tujuan ini berdasarkan luasnya tujuan yang akan dicapai.
TUP adalah hasil belajar siswa setelah selesai belajar, dan dirumuskan dengan satu pernyataan yang bersifat umum. Kemudian, untuk membuktikan tercapai tidaknya tujuan umum pengajaran itu, dapat dilihat dari pencapaian tujuan-tujuan yang lebih khusus (TIK/TKP). Dengan demikian, yang disebut tujuan instruksional khusus/tujuan khusus pengajaran (TKP) itu merupakan tujuan-tujuan pengajaran yang bersifat khusus sebagai penjabaran dari tujuan umum pengajaran. TKP ini lebih bersifat khusus dan konkret, dalam arti dapat diukur atau diamati hasilnya.         
4.1 Langkah-langkah Perumusan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) atau Tujuan Khusus Pengajaran (TKP)
Berikut ini akan dikemukakan langkah-langkah perumusan TIK/TKP berdasarkan pendapat Daryanto (2008: 61-62).
a.       Membuat sejumlah TIU untuk setiap mata pelajaran yang akan diajarkan. TIU ini sudah tercantum dalam buku Garis-garis Besar Program Pengajaran. Dalam merumuskan TIU digunakan kata-kata yang sifatnya masih umum dan tidak dapat diukur karena perubahan tingkah laku masih terjadi di dalam diri manusia.
b.      Dari masing-masing TIU dijabarkan menjadi sejumlah TIK yang rumusannya jelas, khusus, dapat diamati, dan menunjukkan perubahan tingkah laku. Contoh-contoh rumusan untuk TIU, yaitu.
-          Memahami teori evaluasi.
-          Mengetahui perbedaan antara skor dan nilai.
-          Menghayati perlunya penilaian yang tepat.
c.       Tentukan dua atau tiga macam kegiatan belajar bagi tiap tujuan khusus.
d.      Sediaan sumber dan alat belajar yang sesuai.
e.       Buat desain penilaian hasil dan kemajuan belajar, cara menilai, alat menilai untuk tiap tujuan khusus.
Jika langkah-langkah di atas dikutip dari pendapat Daryanto, coba kita lihat langkah-langkah perumusan kedua tujuan tersebut berdasarkan dari pendapat Sardiman (2008: 69) sebagai berikut.
Untuk merumuskan TIU dan TIK/TKP biasanya dapat menggunakan dua cara. Pertama, menggunakan kata-kata yang dapat menunjukkan keumuman seperti kata-kata: memahami, menghayati, menyadari, mengetahui, dan sebagainya, sedangkan untuk TKP menggunakan kata-kata yang menunjukkan pada sifat khusus yang terukur dan dapat diamati, misalnya menggunakan kata-kata: menyebutkan, menjelaskan, menerangkan, menunjukkan. Selanjutnya cara yang kedua, menggunakan ukuran luas sempitnya materi. TIU dirumuskan dengan sasaran materi yang luas/umum, sedangkan untuk TIK/TKP dirumuskan dengan materi yang merupakan penjabaran atau bagian-bagian dari materi yang ada pada TUP. Perlu ditambahkan bahwa untuk merumuskan tujuan khusus atau tujuan yang lebih operasional (TKP), ada tiga buah sifat yang dapat dijadikan sebagai pedoman. Tiga sifat itu adalah:
a.       berpusat pada perubahan tingkah laku siswa;
b.      mengkhususkan dalam bentuk terbatas (hanya satu jenis tingkah laku);
c.       realistis bagi kebutuhan perkembangan siswa tersebut.
Pedoman langkah-langkah yang telah di atas sangat penting untuk dijadikan acuan dalam merumuskan tujuan. Sebab kalau tidak, guru akan menghadapi kesulitan dalam memberikan evaluasi. Perumusan tujuan harus berorientasi pada tingkah laku siswa, bukan karena kehendak guru atau karena kondisi sesuatu. Ini harus dipahami sebagai dasar motivasi, baik oleh guru maupun siswa.
5.      Daftar Rujukan
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Daryanto. 2008. Evaluasi Pendidikan.Jakarta: Rineka Cipta.

M, Sardiman A. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Nasution, S. 2010. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Tirtarahardja, Umar dan S. L. La Sulo. 2008. Pengantar Pendidikan: Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.